Wakil Kepala SMK Negeri 1 Cilamaya Yaya Sanusi SPd mengatakan, kurikulum 2013 merupakan aturan pemerintah dan semua sekolah siap untuk melaksanakannya. Namun sosialisasi yang tak kunjung serentak menyeluruh membuat para guru khusus SMK masih minim pengetahuan. Pasalya, dari 32 guru di SMKN 1 Cilamaya, baru 8 orang guru yang sudah ditatar, wal hasil khusus pemahaman UN diakuinya masih simpang siur.
Yaya menyebut, memang dalam kurikulum 2013 khusus SMK, Ujian Nasional diterapkan di kelas XI sebagai upaya mengukur keterampilan kelas, semetara untuk kelas XII tidak di-UN-kan karena lebih pada produktifitas dan pengetahuan dari yang biasanya magang dari kelas XI. Dari kurikulum itu magang dianjurkan pada kelas XII agar mempermudah akses kerja.
Namun tambah Yaya, kurikulum yang baru diterapkan bagi kelas X dan XI itu, sisa metode KTSP masih dipertanyakan pemberlakuannya di kelas XII, sehingga meskipun UN berlaku dikelas XI, tidak menutup juga dilakukan di kelas XII dalam sistem yang masih menggunakan KTSP. "UN ini, kami di SMK jujur masih simpang siur, karena ada UN kelas XI versi Kurikulum dan masih ada UN versi KTSP," katanya kepada Suara Karawang saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia menambahkan, SMK yang lebih menonjolkan keterampilan industri ini juga masih belum mantap pemahaman dalam sistem penilaian deskripsi, karenanya sosialisasi kepada guru-guru masih perlu digalakan. Apalagi SMK negeri jumlah siswanya cukup banyak. SMKN 1 Cilamaya yang memiliki jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Agrobisnis Perikanan dan Teknologi Hasil Perikanan ini memiliki jumlah siswa 540 dengan jumlah guru hanya 32 orang. Di sisi lain baru 11 guru yang berstatus PNS, karenanya kedala pelaksanaan proses kurikulum ini diakui Yaya masih sulit. Artinya, di SMK penerapannya masih perlu penyempurnaan dan penyesuaiannya.
Diakui Yaya, meskipun masih kesulitan dalam proses, kurikulum 2013 ini sangat relevan dan sesuai kebutuhan zaman ketimbang sistem KTSP, namun cost dalam kurikulum 2013 jelas lebih besar daripada KTSP. "Kurikulum ini relevan, hanya memang costnya lebih besar ketimbang KTSP, tapi cukup tidak cukup harus tetap berjalan," pungkas pria asal Kosambi ini. (rud)