BANDUNG, KarawangNews.com - Sedikitnya 21 perusahaan garmen asal Korea di Subang, Jawa Barat menggugat putusan Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Kabupaten (UMK) Subang tahun 2014 ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negeri) Bandung, Kamis (19/12/2013).
Jika gugatan ini tidak dikabulkan, separuh buruh atau sekitar 25 ribu buruh yang bekerja di 21 perusahaan itu terancam bakal dirumahkan atau kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena biaya produksi yang semakin berat harus ditanggung perusahaan.
Kuasa hukum para penggugat, Herry Ara Hutabarat SH, mengatakan, sebanyak 21 perusahaan tersebut terpaksa menggugat keputusan Gubernur Jabar No.561/Kep.1636-Bangsos/2013 tentang UMK Tahun 2014.
"Dalam putusan itu, ditetapkan UMK Kabupaten Subang sebesar Rp 1.577.595. Angka ini diputuskan sepihak, ini sangat memberatkan," katanya, usai mendaftarkan gugatan itu di PTUN Bandung.
Menurut Herry, sebelumnya Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Subang justru telah menetapkan UMK Subang sebesar Rp 1.355.000. Kesepakatan DPK tidak diindahkan oleh bupati. Padahal, kata Herry, kesepakatan itu sudah meliputi unsur buruh, pengusaha dan pemerintah. Jika dibandingkan dengan UMK tahun 2013 dengan yang sekarang kenaikannya mencapai 57 persen.
Dikatakannya, para pengusaha bisa memaklumi kenaikan sebesar 57 persen itu dilakukan jika terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat di sebuah wilayah. Namun kondisi di Subang tak seperti itu, sehingga belum layak ditetapkan UMK sebesar Rp 1.577.595.
Pada kasus ini para pengusaha sudah menyatakan keberatannya, kesepakatan UMK dari DPK sebesar Rp 1.355.000 dirasakan sudah memenuhi unsur psikologi biaya hidup buruh di Subang.
"Atas gugatan ini kami menuntut SK gubernur dibatalkan saja. UMK Subang sebaiknya disesuaikan dengan hasil keputusan DPK Subang," kata Herry.
Sebanyak 21 perusahaan ini berharap SK itu dibatalkan dan jika tidak dikabulkan ada beberapa risiko yang akan diambil oleh perusahaan. Para penggugat ini tidak mengancam, tetapi dipastikan minimal separuh dari 55 ribu buruh yang bekerja di 21 perusahaan garmen itu bisa kena program rasionalisisasi, karena perusahaan keberatan membayar upah sebesar itu.
Sebelumnya, sekitar 35 pengusaha asing di Kabupaten Subang bersepakat membentuk Forum Pengusaha Penanam Modal Asing (FPPMA). Forum ini hadir guna menyikapi kebijakan Bupati Subang Ojang Sohandi yang menetapkan UMK 2014 sebesar Rp1.577.595. Pada Kamis (7/11/2013) lalu.
Bupati Subang menyatakan UMK Subang pada 2014 mendatang sebesar Rp1.577.595. Angka tersebut sepadan dengan angka KHL yan g disepakati dewan pengupahan kabupaten. Sementara itu, pihak pengusaha mengaku keberatan dengan angka UMK sebesar Rp1.577.595 tersebut.
"Yang ditetapkan bupati bertolak belakang dengan hasil DPK. Bupati menetapkan tanpa ada pertemuan terlebih dahulu dengan kita," kata salah seorang anggota FPPMA Subang yang merupakan president director PT. Hansoll Hyun, Mr. Kang Tae Sik, beberapa waktu lalu. [tinjau]
Jika gugatan ini tidak dikabulkan, separuh buruh atau sekitar 25 ribu buruh yang bekerja di 21 perusahaan itu terancam bakal dirumahkan atau kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena biaya produksi yang semakin berat harus ditanggung perusahaan.
Kuasa hukum para penggugat, Herry Ara Hutabarat SH, mengatakan, sebanyak 21 perusahaan tersebut terpaksa menggugat keputusan Gubernur Jabar No.561/Kep.1636-Bangsos/2013 tentang UMK Tahun 2014.
"Dalam putusan itu, ditetapkan UMK Kabupaten Subang sebesar Rp 1.577.595. Angka ini diputuskan sepihak, ini sangat memberatkan," katanya, usai mendaftarkan gugatan itu di PTUN Bandung.
Menurut Herry, sebelumnya Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Subang justru telah menetapkan UMK Subang sebesar Rp 1.355.000. Kesepakatan DPK tidak diindahkan oleh bupati. Padahal, kata Herry, kesepakatan itu sudah meliputi unsur buruh, pengusaha dan pemerintah. Jika dibandingkan dengan UMK tahun 2013 dengan yang sekarang kenaikannya mencapai 57 persen.
Dikatakannya, para pengusaha bisa memaklumi kenaikan sebesar 57 persen itu dilakukan jika terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat di sebuah wilayah. Namun kondisi di Subang tak seperti itu, sehingga belum layak ditetapkan UMK sebesar Rp 1.577.595.
Pada kasus ini para pengusaha sudah menyatakan keberatannya, kesepakatan UMK dari DPK sebesar Rp 1.355.000 dirasakan sudah memenuhi unsur psikologi biaya hidup buruh di Subang.
"Atas gugatan ini kami menuntut SK gubernur dibatalkan saja. UMK Subang sebaiknya disesuaikan dengan hasil keputusan DPK Subang," kata Herry.
Sebanyak 21 perusahaan ini berharap SK itu dibatalkan dan jika tidak dikabulkan ada beberapa risiko yang akan diambil oleh perusahaan. Para penggugat ini tidak mengancam, tetapi dipastikan minimal separuh dari 55 ribu buruh yang bekerja di 21 perusahaan garmen itu bisa kena program rasionalisisasi, karena perusahaan keberatan membayar upah sebesar itu.
Sebelumnya, sekitar 35 pengusaha asing di Kabupaten Subang bersepakat membentuk Forum Pengusaha Penanam Modal Asing (FPPMA). Forum ini hadir guna menyikapi kebijakan Bupati Subang Ojang Sohandi yang menetapkan UMK 2014 sebesar Rp1.577.595. Pada Kamis (7/11/2013) lalu.
Bupati Subang menyatakan UMK Subang pada 2014 mendatang sebesar Rp1.577.595. Angka tersebut sepadan dengan angka KHL yan g disepakati dewan pengupahan kabupaten. Sementara itu, pihak pengusaha mengaku keberatan dengan angka UMK sebesar Rp1.577.595 tersebut.
"Yang ditetapkan bupati bertolak belakang dengan hasil DPK. Bupati menetapkan tanpa ada pertemuan terlebih dahulu dengan kita," kata salah seorang anggota FPPMA Subang yang merupakan president director PT. Hansoll Hyun, Mr. Kang Tae Sik, beberapa waktu lalu. [tinjau]