PURWAKARTA, KarawangNews.com - Bupati Purwakarta H. Dedi Mulyadi, SH memiliki strategi khusus dalam upaya mengkampanyekan seni budaya Jawa Barat, di dalamnya Dedi mengusung budaya Sunda. Berbeda dengan seniman dan budayawan lainnya yang berada diluar garis pemerintah dan birokrasi, dimana mereka tentu mengabdi sendiri-sendiri dengan berbagai kreatifitas dalam upaya mengembangkan seni budaya di Jawa Barat, beda bagi Dedi, sebagai budayawan yang juga bupati, dia memiliki ruang yang lebih luas dalam upaya mengembangkan seni budaya itu masuk pada wilayah kebijakan pembangunan yang dijalankan di Kabupaten Purwakarta.
Juri penilai penghargaan seni budaya Jawa Barat yang diketuai sejarawan Sunda yakni Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, menetapkan dan memilih Dedi Mulyadi sebagai penerima penghargaan tokoh seni budaya di Jawa Barat. Penilaian ini khusus, karena Dedi dinilai mampu menempatkan seni budaya ke dalam kebijakan pembangunan di Purwakarta.
Sebut saja salah satu upaya Dedi yaitu penggunaan pakaian tradisi Sunda kampret dan iket, serta kabaya bagi pegawai pemerintah dan pelajar di Purwakarta. Melihat itu, ternyata ini mulai diterapkan pula oleh kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Tidak sebatas pada pakaian yang hanya sebagai simbolistik kedaerahan, ternyata lebih dari itu, Dedi mampu mengeluarkan kebijakan kultur semacam program bantuan hewan ternak bagi siswa sekolah.
Meski secara resmi program itu belum dikeluarkan, tetapi secara kultur Dedi sering keliling kampung di Purwakarta dalam kegiatan pelayanan publik 'gempungan di buruan urang lembur', pada saat itu dia selalu memberikan beberapa ekor domba kepada masyarakat, kepada anak-anak maupun kepada orang dewasa,
�Anak-anak harus dikembalikan pada tradisinya menggembala domba, ini nilai produktif dari sekedar bermain game online� jelas Dedi, usai acara penghargaan tokoh seni budaya Jawa Barat, Kamis (19/12/2013) di Hotel Horison Bandung.
Selain secara kultur pemberian ternak, Dedi pula yang mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan internet, game online dan Play Station di Purwakarta, termasuk beberapa waktu lalu pemberlakukan jam malam bagi pelajar. Kebijakan itu menyatakanm, pelajar di Purwakarta tidak boleh keluyuran di malam hari tanpa alasan yang jelas. Kalau pun ada, jangan harap mereka bisa lepas dari razia Satpol PP.
Belum lagi, kegiatan seremonial bertajuk seni budaya pada rangkaian Hari Jadi Kabupaten Purwakarta setiap tahunnya, Dedi tak miskin ide dan kegiatan seni budaya. Hari jadi Purwakarta dimeriahkan pawai tumpeng, parade egrang, festival seni budaya dari mulai budaya Sunda, nusantara hingga terakhir seni budaya negara-negara di Asean. Jika tak ada aral melintang, tahun depan akan digelar Seni budaya se-Asia Pasifik.
Kembali pada sosok Dedi sebagai budayawan Sunda dan juga bupati, ia kini mensinergikan antara simbolisasi pakaian Sunda dengan program pembangunan yang dijalankannya. Simbolisasi itu adalah dengan menggunakan iket kepala yang berbeda dengan kebanyakan orang lain. Iket yang Dedi gunakan selalu konsisten dengan ujung iket yang dibiarkan terurai disebelah kiri dan kanan kepalanya.
Ujung iket yang terurai dan tampak seimbang panjangnya itu menyerupai tanduk seekor domba dewasa. Seperti yang diperlihatkannya pada kesempatan menerima penghargaan seni budaya Jawa Barat di Hotel Horison Bandung ini. Iket bergambar harimau putih dengan warna latar hitam yang digunakan Dedi tampak mencolok dengan kedua ujung iket yang terurai itu.
Penggunaan iket semacam itu menurutnya memiliki makna tersendiri, ia menggunakannya dalam upaya mengkampanyekan progam kebijakannya di Purwakarta, yakni menghidupkan kembali budaya menggembala ternak. Dengan membagikan hewan ternak tersebut kepada pelajar SD (Sekolah Dasar) di Purwakarta. (rls)
Juri penilai penghargaan seni budaya Jawa Barat yang diketuai sejarawan Sunda yakni Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, menetapkan dan memilih Dedi Mulyadi sebagai penerima penghargaan tokoh seni budaya di Jawa Barat. Penilaian ini khusus, karena Dedi dinilai mampu menempatkan seni budaya ke dalam kebijakan pembangunan di Purwakarta.
Sebut saja salah satu upaya Dedi yaitu penggunaan pakaian tradisi Sunda kampret dan iket, serta kabaya bagi pegawai pemerintah dan pelajar di Purwakarta. Melihat itu, ternyata ini mulai diterapkan pula oleh kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Tidak sebatas pada pakaian yang hanya sebagai simbolistik kedaerahan, ternyata lebih dari itu, Dedi mampu mengeluarkan kebijakan kultur semacam program bantuan hewan ternak bagi siswa sekolah.
Meski secara resmi program itu belum dikeluarkan, tetapi secara kultur Dedi sering keliling kampung di Purwakarta dalam kegiatan pelayanan publik 'gempungan di buruan urang lembur', pada saat itu dia selalu memberikan beberapa ekor domba kepada masyarakat, kepada anak-anak maupun kepada orang dewasa,
�Anak-anak harus dikembalikan pada tradisinya menggembala domba, ini nilai produktif dari sekedar bermain game online� jelas Dedi, usai acara penghargaan tokoh seni budaya Jawa Barat, Kamis (19/12/2013) di Hotel Horison Bandung.
Selain secara kultur pemberian ternak, Dedi pula yang mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan internet, game online dan Play Station di Purwakarta, termasuk beberapa waktu lalu pemberlakukan jam malam bagi pelajar. Kebijakan itu menyatakanm, pelajar di Purwakarta tidak boleh keluyuran di malam hari tanpa alasan yang jelas. Kalau pun ada, jangan harap mereka bisa lepas dari razia Satpol PP.
Belum lagi, kegiatan seremonial bertajuk seni budaya pada rangkaian Hari Jadi Kabupaten Purwakarta setiap tahunnya, Dedi tak miskin ide dan kegiatan seni budaya. Hari jadi Purwakarta dimeriahkan pawai tumpeng, parade egrang, festival seni budaya dari mulai budaya Sunda, nusantara hingga terakhir seni budaya negara-negara di Asean. Jika tak ada aral melintang, tahun depan akan digelar Seni budaya se-Asia Pasifik.
Kembali pada sosok Dedi sebagai budayawan Sunda dan juga bupati, ia kini mensinergikan antara simbolisasi pakaian Sunda dengan program pembangunan yang dijalankannya. Simbolisasi itu adalah dengan menggunakan iket kepala yang berbeda dengan kebanyakan orang lain. Iket yang Dedi gunakan selalu konsisten dengan ujung iket yang dibiarkan terurai disebelah kiri dan kanan kepalanya.
Ujung iket yang terurai dan tampak seimbang panjangnya itu menyerupai tanduk seekor domba dewasa. Seperti yang diperlihatkannya pada kesempatan menerima penghargaan seni budaya Jawa Barat di Hotel Horison Bandung ini. Iket bergambar harimau putih dengan warna latar hitam yang digunakan Dedi tampak mencolok dengan kedua ujung iket yang terurai itu.
Penggunaan iket semacam itu menurutnya memiliki makna tersendiri, ia menggunakannya dalam upaya mengkampanyekan progam kebijakannya di Purwakarta, yakni menghidupkan kembali budaya menggembala ternak. Dengan membagikan hewan ternak tersebut kepada pelajar SD (Sekolah Dasar) di Purwakarta. (rls)