KARAWANG, KarawangNews.com - Jurusan Program Keahlian Teknik Audio Video SMK Ristek menciptakan alat pendeteksi bencana banjir yang diberi nama DWIS (Disaster Warning Integrited System), alat kreasi siswa ini didesain sebagai alat yang akan memberi tahu masyarakat jika permukaan air Sungai Citarum meluap dan dianggap membahayakan jiwa penduduk.
Dijelaskan Instruktur Teknik Elektro SMK Ristek, Timi, alat ini untuk menjawab kebutuhan masyarakat Karawang, terutama yang bermukim tak jauh dari bantaran Sungai Citarum. Penggunaan alat yang menggunakan tenaga tata surya ini ditempatkan di sekitar pinggir sungai dengan alat sensor yang dimasukan ke dalam air untuk mengukur ketinggian.
Kemudian sensor air itu akan menyalakan lampu indokator sesuai ketinggian air, yakni level aman, waspada, level siaga 2 dan level siaga 1, pada saat ketinggian air dianggap melebihi ambang batas, maka sensor akan membaca sebagai siaga 1 dan sirine peringatan akan berbunyi keras.
Lalu, sirene tersebut secara otomatis akan menyalakan radio 'walky talky' dan radio itu akan memberi sinyal selama dua menit ke radio SAR. Setelah itu, tim SAR dan masyarakat akan segera melakukan evakuasi sebelum banjir terparah menerjang pemukiman penduduk.
"Pemasangan sensor peringatan banjir ini harus sesuai ketentuan pihak Perum Jasa Tirta Jatiluhur, mana ketinggian air aman dan yang membahayakan," kata Timi, disela pameran alat tersebut pada acara Karawang Hebat yang digelar Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang, di Aula Husni Hamid, Selasa (24/12/2013) siang.
Sementara itu, dua siswa yang terlibat menciptakan alat pendeteksi bahaya banjir ini, Dendi dan Irna Sudrajat menjelaskan, yang paling sulit selama menciptakan alat ini yaitu menentukan sensor level aman hingga level siaga 1, karena sensor ini sangat sensitif. Pada saat pengujian, sensor kadang 'error', sirine tetap bunyi meski air sudah surut.
"Ini sudah beberapa kali diuji coba dan alat yang dibawa ini sudah disempurnakan, mengenai teknis pemasangan di sungai bisa dilakukan sesuai kebutuhan," ucap Dedi.
Alat ini wajid dipasang di tanggul sungai yang rawan jebol, juga di pemukiman yang rawan banjir. Sedangkan daerah aman dari banjir tak perlu dipasang alat sensor ini. Kendati begitu, alat ini belum punya hak paten, meski Ristek mengkalim belum ada alat serupa yang diciptakan untuk pendeteksi bahaya banjir.
"Ini inovasi kita, setelah kita tahu Karawang sering kebanjiran akibat luapan Sungai Citarum," jelasnya.
Diketahui, sejak tahun 2007 hingga saat ini, Sungai Citarum sudah menjadi ancaman besar bagi penduduk Karawang, karena hampir setiap tahun banjir selalu melanda di sejumlah kecamatan, terutama daerah yang dilewati garis sungai tersebut. Setiap banjir, SMK Ristek selalu aktif menurunkan siswanya sebagai tenaga sukarelawan membantu para korban banjir.
"Dari pengalaman itulah alat ini diciptakan sebagai peringatan banjir, terutama di daerah rawan banjir," kata Irna Sudrajat. (spn)
Dijelaskan Instruktur Teknik Elektro SMK Ristek, Timi, alat ini untuk menjawab kebutuhan masyarakat Karawang, terutama yang bermukim tak jauh dari bantaran Sungai Citarum. Penggunaan alat yang menggunakan tenaga tata surya ini ditempatkan di sekitar pinggir sungai dengan alat sensor yang dimasukan ke dalam air untuk mengukur ketinggian.
Kemudian sensor air itu akan menyalakan lampu indokator sesuai ketinggian air, yakni level aman, waspada, level siaga 2 dan level siaga 1, pada saat ketinggian air dianggap melebihi ambang batas, maka sensor akan membaca sebagai siaga 1 dan sirine peringatan akan berbunyi keras.
Lalu, sirene tersebut secara otomatis akan menyalakan radio 'walky talky' dan radio itu akan memberi sinyal selama dua menit ke radio SAR. Setelah itu, tim SAR dan masyarakat akan segera melakukan evakuasi sebelum banjir terparah menerjang pemukiman penduduk.
"Pemasangan sensor peringatan banjir ini harus sesuai ketentuan pihak Perum Jasa Tirta Jatiluhur, mana ketinggian air aman dan yang membahayakan," kata Timi, disela pameran alat tersebut pada acara Karawang Hebat yang digelar Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang, di Aula Husni Hamid, Selasa (24/12/2013) siang.
Sementara itu, dua siswa yang terlibat menciptakan alat pendeteksi bahaya banjir ini, Dendi dan Irna Sudrajat menjelaskan, yang paling sulit selama menciptakan alat ini yaitu menentukan sensor level aman hingga level siaga 1, karena sensor ini sangat sensitif. Pada saat pengujian, sensor kadang 'error', sirine tetap bunyi meski air sudah surut.
"Ini sudah beberapa kali diuji coba dan alat yang dibawa ini sudah disempurnakan, mengenai teknis pemasangan di sungai bisa dilakukan sesuai kebutuhan," ucap Dedi.
Alat ini wajid dipasang di tanggul sungai yang rawan jebol, juga di pemukiman yang rawan banjir. Sedangkan daerah aman dari banjir tak perlu dipasang alat sensor ini. Kendati begitu, alat ini belum punya hak paten, meski Ristek mengkalim belum ada alat serupa yang diciptakan untuk pendeteksi bahaya banjir.
"Ini inovasi kita, setelah kita tahu Karawang sering kebanjiran akibat luapan Sungai Citarum," jelasnya.
Diketahui, sejak tahun 2007 hingga saat ini, Sungai Citarum sudah menjadi ancaman besar bagi penduduk Karawang, karena hampir setiap tahun banjir selalu melanda di sejumlah kecamatan, terutama daerah yang dilewati garis sungai tersebut. Setiap banjir, SMK Ristek selalu aktif menurunkan siswanya sebagai tenaga sukarelawan membantu para korban banjir.
"Dari pengalaman itulah alat ini diciptakan sebagai peringatan banjir, terutama di daerah rawan banjir," kata Irna Sudrajat. (spn)