Pasalnya, keuangan yang diatur dalam UU Desa nantinya, desa akan diberi kucuran langsung Rp 1,4 miliar lewat BUMDes secara kolektif di berbagai leading sekor. Dengan demikian, dana BLM bagi pembangunan fisik 75% untuk desa-desa, ke depan secara otomatis menjadi berkurang dan hanya diperuntukan bagi Simpan Pinjam Perempuan (SPP) perguliran saja.
Sekretaris UPK Singaperbangsa Kecamatan Cilamaya Kulon Nurhadi mengatakan, berkurangnya dana BLM nantinya bukan persoalan bergantinya rezim pemerintahan SBY, namun karena amanah dari UU Desa dimana dana APBN Rp 1,4 miliar terkucur semua ke desa. Artinya, pembangunan fisik di desa-desa sudah tidak lagi masuk ke UPK PNPM lagi.
Karenanya, dana BLM yang biasa menyumbang 75 persen untuk desa lewat UPK ini akan dikelola langsung oleh desa yang melibatkan BUMDes, sehingga dana Miliaran tersebut alokasinya dikelola bagi sejumlah pembangunan fisik, termasuk di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur lainnya. Sementara UPK PNPM tetap akan menerima dana BLM. Hanya saja, mungkin tidak akan menembus miliaran rupiah, karena peruntukannya hanya untuk SPP saja karena terus bergulir. "BLM masih ada, tapi SPP saja, karena fisik langsung ke desa mengingat amanah UU Desa," katanya.
Meski enggan disebut meragukan, pria yang akrab disapa Hadi Pestol ini mempertanyakan kesiapan SDM pemerintah desa meskipun lewat BUMDes. Ditambahkannya, pihaknya mengaku gelap saat dibenturkan bagaimana PNPM pascapemerintahan SBY ini, berakhir atau tidaknya. Dengan memberdayakan SPP, ia yakin perguliran tidak akan terpaku dari pemerintah saja soal pendanannya, karena ia bercita-cita tetap bisa menggerakkan roda ekonomi masyaSKt desa lewat TPK, KPMD dan sejumlah manajemen UPK PNPM.
Karenanya, meskipun pemerintah mempercayakan dana desa langsung mengelola keuangan Rp 1 miliar itu tidak serta merta merisihkan UPK, karena tinggal bagaimana desa siap. "Kita juga tidak tahu kalau langsung ke desa soal pelaporannya bagaimana, kita tunggu saja," pungkasnya. (rud)