Pasalnya, tahun 2015 ini masyaSKt ekonomi Asean sudah berlaku. Sayangnya sektor pertanian masih saja berkutat dalam persoalan budidaya tanpa menggairahkan maksimal orientasinya kepada profit bisnis. Betapa tidak, dalam pandangan Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Telagasari H Engkat Sukatma, sisi biaya produksi padinya sekitar 6 ton misalnya dalam setiap hektar, hasilnya juga 6 ton.
Lantas, dari sisi mana petani mendapatkan untung dari setiap kali panen. "Saya harapkan pertanian ini tidak terus berkutat soal budidayanya saja, karena kita lupa di depan sudah menghadapi ekonomi masyaSKt Asean," katanya kepada SK.
H Engkat menambahkan, pengemasan beras berlabel dan bersertifikasi halal diperlukan agar varietas dan kualitas beras petani mampu bersaing dengan negara lainnya sehingga bernilai ekspor dan berdaya saing. Sayangnya, baru sedikit beras-beras petani masih dianggap rendah sehingga tidak mampu menyaingi negara lainnya.
Ia juga menilai faktor Cuaca sudah semakin tidak menentu, kemarau turun hujan, masuk musim hujan tapi justru malah kemarau. Akibat kejenuhannya, petani sering dibodohi kalangan kapitalis, semakin banyaknya minimarket dan perumahan adalah bukti penyerobotan lahan pertanian akibat kejenuhan petani karena hasil produksinya tidak bernilai dan bersaing di pasaran. Ia berharap, Kementerian Pertanian memperhatikan orientasi tersebut untuk memajukan petani jelang persaingan bersama masyaSKt Ekonomi Asean. (rud)