Fasilitator Kecamatan (FK) Lemahabang Cucu Supyandi mengakui, habis kontrak para fasilitator di UPK sampai Desember setiap tahunnya. Jika dulu, habis kontrak bisa diperpanjang lantaran masih menerima program pendampingan, namun kontrak yang habis tahun ini masih menggantung seiring berakhirnya pemerintahan SBY selama 10 tahun terakhir. Dirinya masih memiliki keyakinan, pemerintahan yang akan datang tetap akan memakai jasa para fasilitator meskipun nama program dan kebijakannya berbeda. Para Fasilitator mengusulkan pada pemeritah, agar fasilitator diintegrasikan dengan UU Desa meskipun dengan nama istilahnya berbeda. "Iya betul, nasib kita masih menggantung habis kontrak ini, kita lihat saja dulu bagaimana perkembangannya," katanya.
Lebih jauh Cucu menambahkan, "Kita juga terus menunggu, tidak pernah ada penjelasan pemaparan tertentu sih, tapi yakin putus kontrak pemerintah gak mungkin biarkan begitu saja terhadap nasib kami," Ujarnya.
Sekretaris UPK Singaperbangsa Kecamatan Cilamaya Kulon Nurhadi menuturkan, nasib para fasiliitator memang dilematis setelah habis kontrak. Berbeda dengan pengelola UPK, meskipun pemerintahan berakhir, nasibnya masih berlanjut karena perguliran uang terus berjalan utamanya di simpan pinjam perempuan (SPP). Hanya saja, lanjut Nurhadi, BLM yang biasa berkontribusi 75 persen untuk pembangunan fisik ke desa-desa terancam hilang, mengingat amanah UU Desa yang mengguyur infrastrukturnya langsung ke desa sebesar Rp 1,4 miliar. Sehingga, tambah Nurhadi, kedepannya UPK hanya akan mengelola SPP perguliran saja. Ia mencontohkan, jika BLM biasanya Rp 1 miliar, maka kedepan hanya akan turun ke UPK Rp 250 juta saja untuk perguliran, sisanya tidak lagi masuk ke UPK tapi langsung ke Desa yang konon lewat BUMDes yang dibentuk desa. "Jika fasilitator iya nasibnya bingung bagaimana kedepan, kalau pelaku UPK mah tetap berjalan karena uangnya bukan untuk fisik saja tapi juga perguliran SPP nya itu," pungkasnya. (rud)