KARAWANG, KarawangNews.com - Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang menjadi solusi penentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan juga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kenyataannya tidak menyelesaikan masalah, praktik pemberian Jamkesmas kepada orang miskin yang membutuhkan ternyata malah memperumit rakyat miskin untuk mengaksesnya. Kata Sekretaris Umum Federasi Serbuk Karawang Ali Husein yang dikutip dalam selebaran orasinya yang dilaksanakan di bundaran Mal Karawang, Minggu (16/2/2014) sore.
�Anggaran APBN di tahun 2011 saja hanya Rp 5,6 triliun, jika ditambah dengan Jampersal (Jaminan Persalinan) maka akan berjumlah Rp 6,3 triliun. Artinya akan sangat banyak rakyat miskin yang tidak dapat ditutupi oleh anggaran Jamkesmas tersebut. Belum lagi banyaknya rumah sakit yang menolak atau bahkan bangkrut, karena dana Jamkesda (Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah) untuk rumah sakit di daerah tidak kunjung dibayar oleh pemerintah pusat,� ujarnya.
Keterbatasan dana anggaran Jamkesmas hingga saat ini akhirnya menyebabkan banyak rakyat miskin yang terpaksa ditolak untuk turut dalam program Jamkesda, sehingga mereka terdaftar sebagai pasien umum biasa di berbagai rumah sakit. Kemudian, hak akan jaminan kesehatan merupakan hak dasar bagi seluruh rakyat Indonesia dan pemenuhan terhadap hak dasar rakyat Indonesia jelas merupakan tanggung jawab dari negara. Maka, negara seharusnya lebih mementingkan kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan segelintir orang, negara seharusnya mampu memberikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat, hanya dengan cara menunjukkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau KK (Kartu Keluarga) bagi rakyat yang membutuhkan layanan kesehatan tersebut.
�Sudah beberapa daerah di Indonesia, seperti Solo dan Aceh, menerapkan hal tersebut dan mampu memberikan layanan kesehatan gratis hanya dengan menunjukkan KTP atau KK,� Ali Husein.
Dijelaskannya, untuk pembiayaan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia, sebenarnya negara dapat memastikan pembayaran pajak yang dilakukan oleh korporasi atau perusahaan, bahkan meningkatkan pajak progresif bagi korporasi. Pada tahun 2010 lalu, potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 80 triliun. Rinciannya, Ditjen Pajak sebesar Rp 54 triliun, Ditjen Bea dan Cukai sebesar Rp 16 triliun dan piutang migas sebesar Rp 4,2 triliun.
�Ini belum termasuk temuan BPK atas piutang 35 perusahaan migas yang tidak mau membayar pajaknya sebesar Rp 5,2 triliun,� ungkapnya.
Pengemplang pajak oleh para pemilik modal malah seakan-akan dibiarkan berlangsung sejak lama oleh rezim neoliberal. Hal ini menunjukkan bahwa rezim neoliberal memang ingin memberikan kenyamanan kepada pemilik modal dan di sisi lain malah menghancurkan kehidupan rakyat. Selain itu, dengan dalih keterbatasan anggaran, rezim neoliberal melakukan pemangkasan belanja fungsi kesehatan dari Rp 19,8 triliun di APBN 2010 menjadi Rp 13,6 triliun di APBN 2011.
�Namun di sisi lainnya, rezim neoliberal memang berfoya-foya dengan anggaran yang dimilikinya. Untuk jumlah anggaran Jamkesmas 2011 saja, hanya sebesar Rp 5,6 triliun, sedangkan dana plesiran pemerintah sebesar Rp 24,5 triliun. Pada tahun 2010, pejabat negara dari presiden, 13 kementerian atau lembaga, sampai DPR RI menghabiskan Rp 19,5 triliun untuk studi banding ke luar negeri, yang jumlahnya empat kali lebih banyak dari anggaran Jamkesmas, yang hanya Rp 4,5 triliun,� akunya.
Pembiaran yang dilakukan oleh rezim neoliberal terhadap para pengemplangan pajak, yang pelakuknya adalah para pemilik modal, serta gaya hidup bermewah-mewah dari rezim neoliberal menunjukkan, bahwa rezim neoliberal memang tidak memikirkan sama sekali nasib rakyat Indonesia. Bahkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang seharusnya diperuntukkan guna menjamin adanya perlindungan sosial pun akhirnya dimanipulasi oleh rezim neoliberal untuk memenuhi kepentingan para pemilik modal.
Diakui Ali, tindakan yang sudah bertahun-tahun lamanya ini, tentu saja akan terus berulang, selama tidak ada kekuatan politik alternatif dari elemen gerakan rakyat. Mereka akan dengan sewenang-wenangnya membuat berbagai kebijakan hanya untuk kepentingannya mereka sendiri. Artinya kebutuhan kekuatan politik alternatif dari seluruh elemen gerakan rakyat menjadi sangat penting untuk menentukan jalan kesejahteraan yang dipilih oleh rakyat.
Untuk itu, kami menolak SJSN, BPJS dan Jamkesmas yang tidak berguna dan sangat menyengsarakan rakyat. Kemudian, meminta pemerintah memberikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat Indonesia hanya dengan menunjukkan KTP/KK bagi rakyat yang membutuhkan layanan tersebut dan tagih dan tingkatkan pajak progresif bagi perusahaan-perusahaan asing dan domestik untuk memenuhi biaya pelayanan hak dasar bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti kesehatan, pendidikan dan yang lainnya,� kata Ali. (spn)
�Anggaran APBN di tahun 2011 saja hanya Rp 5,6 triliun, jika ditambah dengan Jampersal (Jaminan Persalinan) maka akan berjumlah Rp 6,3 triliun. Artinya akan sangat banyak rakyat miskin yang tidak dapat ditutupi oleh anggaran Jamkesmas tersebut. Belum lagi banyaknya rumah sakit yang menolak atau bahkan bangkrut, karena dana Jamkesda (Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah) untuk rumah sakit di daerah tidak kunjung dibayar oleh pemerintah pusat,� ujarnya.
Keterbatasan dana anggaran Jamkesmas hingga saat ini akhirnya menyebabkan banyak rakyat miskin yang terpaksa ditolak untuk turut dalam program Jamkesda, sehingga mereka terdaftar sebagai pasien umum biasa di berbagai rumah sakit. Kemudian, hak akan jaminan kesehatan merupakan hak dasar bagi seluruh rakyat Indonesia dan pemenuhan terhadap hak dasar rakyat Indonesia jelas merupakan tanggung jawab dari negara. Maka, negara seharusnya lebih mementingkan kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan segelintir orang, negara seharusnya mampu memberikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat, hanya dengan cara menunjukkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau KK (Kartu Keluarga) bagi rakyat yang membutuhkan layanan kesehatan tersebut.
�Sudah beberapa daerah di Indonesia, seperti Solo dan Aceh, menerapkan hal tersebut dan mampu memberikan layanan kesehatan gratis hanya dengan menunjukkan KTP atau KK,� Ali Husein.
Dijelaskannya, untuk pembiayaan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia, sebenarnya negara dapat memastikan pembayaran pajak yang dilakukan oleh korporasi atau perusahaan, bahkan meningkatkan pajak progresif bagi korporasi. Pada tahun 2010 lalu, potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 80 triliun. Rinciannya, Ditjen Pajak sebesar Rp 54 triliun, Ditjen Bea dan Cukai sebesar Rp 16 triliun dan piutang migas sebesar Rp 4,2 triliun.
�Ini belum termasuk temuan BPK atas piutang 35 perusahaan migas yang tidak mau membayar pajaknya sebesar Rp 5,2 triliun,� ungkapnya.
Pengemplang pajak oleh para pemilik modal malah seakan-akan dibiarkan berlangsung sejak lama oleh rezim neoliberal. Hal ini menunjukkan bahwa rezim neoliberal memang ingin memberikan kenyamanan kepada pemilik modal dan di sisi lain malah menghancurkan kehidupan rakyat. Selain itu, dengan dalih keterbatasan anggaran, rezim neoliberal melakukan pemangkasan belanja fungsi kesehatan dari Rp 19,8 triliun di APBN 2010 menjadi Rp 13,6 triliun di APBN 2011.
�Namun di sisi lainnya, rezim neoliberal memang berfoya-foya dengan anggaran yang dimilikinya. Untuk jumlah anggaran Jamkesmas 2011 saja, hanya sebesar Rp 5,6 triliun, sedangkan dana plesiran pemerintah sebesar Rp 24,5 triliun. Pada tahun 2010, pejabat negara dari presiden, 13 kementerian atau lembaga, sampai DPR RI menghabiskan Rp 19,5 triliun untuk studi banding ke luar negeri, yang jumlahnya empat kali lebih banyak dari anggaran Jamkesmas, yang hanya Rp 4,5 triliun,� akunya.
Pembiaran yang dilakukan oleh rezim neoliberal terhadap para pengemplangan pajak, yang pelakuknya adalah para pemilik modal, serta gaya hidup bermewah-mewah dari rezim neoliberal menunjukkan, bahwa rezim neoliberal memang tidak memikirkan sama sekali nasib rakyat Indonesia. Bahkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang seharusnya diperuntukkan guna menjamin adanya perlindungan sosial pun akhirnya dimanipulasi oleh rezim neoliberal untuk memenuhi kepentingan para pemilik modal.
Diakui Ali, tindakan yang sudah bertahun-tahun lamanya ini, tentu saja akan terus berulang, selama tidak ada kekuatan politik alternatif dari elemen gerakan rakyat. Mereka akan dengan sewenang-wenangnya membuat berbagai kebijakan hanya untuk kepentingannya mereka sendiri. Artinya kebutuhan kekuatan politik alternatif dari seluruh elemen gerakan rakyat menjadi sangat penting untuk menentukan jalan kesejahteraan yang dipilih oleh rakyat.
Untuk itu, kami menolak SJSN, BPJS dan Jamkesmas yang tidak berguna dan sangat menyengsarakan rakyat. Kemudian, meminta pemerintah memberikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat Indonesia hanya dengan menunjukkan KTP/KK bagi rakyat yang membutuhkan layanan tersebut dan tagih dan tingkatkan pajak progresif bagi perusahaan-perusahaan asing dan domestik untuk memenuhi biaya pelayanan hak dasar bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti kesehatan, pendidikan dan yang lainnya,� kata Ali. (spn)