KARAWANG, KarawangNews.com - Takut digusur, ratusan warga Kampung Buher, Tegal Tanjung dan Babaton, Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat mengadu ke DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Karawang, Senin (17/2/2014) sore. Warga tersebut diterima Ketua DPRD Karawang H. Tono Bahtiar (Jiton) dan menjanjikan akan mencari solusi dengan mengundang kembali dinas terkait.
Dijelaskan Ketua Umum Sepetak (Serikat Petani Karawang), Hilal Tamami, sebanyak 150 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 400 jiwa-an warga tersebut tidak menolak jika pemerintah akan melakukan normalisasi saluran pembuang yang sudah bertahun-tahun menjadi tanah tempat tinggal mereka, warga pun tidak keberatan jika rumah-rumah mereka digusur, tetapi warga meminta agar pemerintah memberi lahan relokasi.
�Jika tidak direlokasi maka warga akan bertahan di tempat itu, karena mereka tidak punya tempat tinggal yang lain selain rumah mereka saat ini. Untuk itu, kita bawa semua warga menemui DPRD dan kebetulan yang menerimanya ketua DPRD sendiri,� jelasnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Umum Sepetak, Engkos Koswara, menurutnya ini persoalan tata ruang infrastruktur di masyarakat, pertanian juga pemukiman, karena salah satu syarat untuk kesejahteraan maka masyarakatnya harus punya tempat tinggal yang layak, tetapi hingga kini kabupaten belum punya konsep membangun rumah untuk rakyat.
Kepada Tono Bahtiar, sejumlah warga tersebut menyatakan, mereka meminta relokasi rumah yang layak, setelah itu mereka akan meninggalkan bantaran sungai tersebut, karena mereka tak punya lagi lahan untuk dibangun rumah, terlebih mereka ada warga miskin yang notabene butuh perlindungan pemerintah. Mereka pun menyatakan sikap siap digusur, asalkan tanah relokasi untuk mereka sudah disediakan.
Menyikapi hal itu, Tono menyatakan, DPRD akan mengundang dinas kerja yang terkait untuk mencari informasi yang tepat mengenai penggusuran yang isunya santer sangat mengkhawatirkan masyarakat tersebut. Kata Tono, bagaimana pun masyarakat yang bermukim di bantaran sungai itu adalah masyartakat yang termarjinalkan dan dalam kondisi kronis. Isu penggusuran itu tentu akan menjadi pemikiran dan membuat warga sakit.
�Kita akan cari solusinya, normalisasi tetap dilakukan tetapi tidak mengganggu pemukiman ini, normalisasinya tidak harus menggunakan beko besar, tetapi beko kecil, bahkan dinas tidak mentenderkan normalisasi ini, tetapi bisa dilakukan swadaya dengan alat tradisional,� jelasnya.
Diakui Tono, persoalan ini masih perlu kajian dan pembahasan lebih lanjut dengan dinas terkait, maka DPRD akan melihat langsung kondisi pemukiman warga ini dan mengundang dinas terkait untuk mencari solusi terbaik. Kendati begitu, jika dimungkinkan relokasi pun bisa dilakukan, tetapi untuk sementara dia berharap normalisasi sungai itu tidak mengganggu rumah warga. (spn)
Dijelaskan Ketua Umum Sepetak (Serikat Petani Karawang), Hilal Tamami, sebanyak 150 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 400 jiwa-an warga tersebut tidak menolak jika pemerintah akan melakukan normalisasi saluran pembuang yang sudah bertahun-tahun menjadi tanah tempat tinggal mereka, warga pun tidak keberatan jika rumah-rumah mereka digusur, tetapi warga meminta agar pemerintah memberi lahan relokasi.
�Jika tidak direlokasi maka warga akan bertahan di tempat itu, karena mereka tidak punya tempat tinggal yang lain selain rumah mereka saat ini. Untuk itu, kita bawa semua warga menemui DPRD dan kebetulan yang menerimanya ketua DPRD sendiri,� jelasnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Umum Sepetak, Engkos Koswara, menurutnya ini persoalan tata ruang infrastruktur di masyarakat, pertanian juga pemukiman, karena salah satu syarat untuk kesejahteraan maka masyarakatnya harus punya tempat tinggal yang layak, tetapi hingga kini kabupaten belum punya konsep membangun rumah untuk rakyat.
Kepada Tono Bahtiar, sejumlah warga tersebut menyatakan, mereka meminta relokasi rumah yang layak, setelah itu mereka akan meninggalkan bantaran sungai tersebut, karena mereka tak punya lagi lahan untuk dibangun rumah, terlebih mereka ada warga miskin yang notabene butuh perlindungan pemerintah. Mereka pun menyatakan sikap siap digusur, asalkan tanah relokasi untuk mereka sudah disediakan.
Menyikapi hal itu, Tono menyatakan, DPRD akan mengundang dinas kerja yang terkait untuk mencari informasi yang tepat mengenai penggusuran yang isunya santer sangat mengkhawatirkan masyarakat tersebut. Kata Tono, bagaimana pun masyarakat yang bermukim di bantaran sungai itu adalah masyartakat yang termarjinalkan dan dalam kondisi kronis. Isu penggusuran itu tentu akan menjadi pemikiran dan membuat warga sakit.
�Kita akan cari solusinya, normalisasi tetap dilakukan tetapi tidak mengganggu pemukiman ini, normalisasinya tidak harus menggunakan beko besar, tetapi beko kecil, bahkan dinas tidak mentenderkan normalisasi ini, tetapi bisa dilakukan swadaya dengan alat tradisional,� jelasnya.
Diakui Tono, persoalan ini masih perlu kajian dan pembahasan lebih lanjut dengan dinas terkait, maka DPRD akan melihat langsung kondisi pemukiman warga ini dan mengundang dinas terkait untuk mencari solusi terbaik. Kendati begitu, jika dimungkinkan relokasi pun bisa dilakukan, tetapi untuk sementara dia berharap normalisasi sungai itu tidak mengganggu rumah warga. (spn)